SYAIR SENJA HARI

Menatap senja sambil menghirup teh pelan-pelan
matahari beringsut meninggalkan jejak-jejak jingga
dan warna keemasan di gelas tehku. Burung pun
beterbangan seperti kawan-kawan menghilang
tanpa selembar bulu pun tertinggal. Begitu rapi

jarum jam mengemas semua kenangan tersisa. Aku masih setia
di sini mencatati angin. Pada cuaca, daun-daun
yang luruh menuju malam menyisakan warna ungu
cakrawala yang alpa didaki bintang. Kuistirahatkan

darah dari geladak jalanan tanah air dukaku. Kukenang
nyanyian-nyanyian lama dengan asmara dan rindu-dendam
bersama harapan yang terlalu basah untuk membujuk
fajar yang samar bagai akan tiba, begitu lama
bagai akan datang. Seperti biasa, kitapun melupakannya
hingga tiba-tiba berdiri terpaku pada siang. Di teriknya
Kita jemur segala air mata. Sambil menghirup teh

diam-diam dan mengunyah sisa mimpi dan cemas yang beringsut
bersama matahari, malampun tiba tanpa suara
sementara bintang-bintang bergerak ke angkasa
menggoreskan warna-warna berpendaran tempat jarum jam
melukis jejak senyuman. Terasa ada yang terbakar
bersama rokokku. Tak sempat kuterka warna asap
yang mengabut ke dingin sajak-sajakku.

1992

Leave a Reply